Peperangan Israel dan Palestina
di Jalur Gaza dalam sepekan terakhir tidak saja menimbulkan banyak
korban jiwa, tapi juga mengguncang ekonomi dunia. Indikasinya, hari ini
harga minyak di pasar internasional sudah mulai naik di saat
perekonomian global belum pulih dari resesi.
Diprediksi, kelangkaan minyak akan terjadi permintaan pasar bakal
meningkat menjelang musim dingin di AS dan Eropa serta negara-negara
lain pada akhir tahun. Ditambah pula muncul seruan dari milisi Hisbullah
di Libanon kepada negara-negara Arab agar mengurangi produksi minyak
mereka, atau menaikkan harganya di pasar dunia.
Hisbullah termasuk milisi yang disegani di Timur Tengah. Seruan dari
milisi tersebut dianggap sebagai cara efektif untuk membuat para
konsumen utama yang merupakan sahabat Israel, seperti AS dan Eropa, agar
bisa menekan negara zionis menghentikan serangan ke Gaza.
Konflik Gaza itu tidak saja merugikan ekonomi Israel dan Palestina.
Dunia pun cemas karena konflik ini bisa berpengaruh pada naiknya harga
minyak. Menurut laman RTE, harga minyak dalam transaksi elektronik untuk
perdagangan Asia di bursa New York pada Senin pagi 19 November naik di
atas US$87 per barel. Di bursa London, harga minyak Brent juga naik,
yaitu sebesar 55 sen menjadi US$109,5 barel. Padahal Jumat pekan lalu
sudah naik hingga US$108,95 per barel.
Para investor sudah mulai menhkhawatirkan berkurangnya pasokan minyak
dari Timur Tengah. Apalagi bila konflik Israel-Palestina di Gaza terus
berlanjut. Naiknya harga minyak bisa menjadi masalah besar bila muncul
sikap yang frontal dari negara-negara Arab penghasil minyak di Timur
Tengah.
Seruan dari pemimpin milisi Hisbullah agar negara-negara Arab
menggunakan segala cara untuk mendukung Palestina dari serangan Israel,
semakin membuat ketar ketir para pemimpin dunia. "Kurangi ekspor minyak
kalian atau naikkan sedikit harganya, pasti bakal mengguncang AS dan
Eropa. Dengan tekanan demikian, maka tidak perlu mengerahkan bala
tentara, tank atau pesawat tempur," demikian saran pemimpin Hisbullah,
Hassan Nasrallah, seperti dikutip Reuters pekan lalu.
Memang negara-negara Arab penghasil minyak itu berbeda ideologi
politik sehingga sulit bersatu. Namun jika tersentuh oleh rasa
kemanusiaan, bisa jadi para pemimpin negara-negara Arab akan mengikuti
seruan Hizbullah tersebut. Sebab, saran itu cukup mengundang perhatian
media massa dan juga pengamat pasar minyak dunia.
Berbasis di Lebanon, Hisbullah merupakan milisi yang disegani Israel.
Mereka terakhir berperang pada 2006. Berlangsung selama 34 hari, perang
itu menewaskan 1.200 warga sipil di Lebanon dan 160 warga Israel,
sebagian besar tentara.
Meski dampak ekonomi di level internasional belum terlalu nampak,
di tingkat regional sudah terasa. Setidaknya, sektor wisata di wilayah
Israel dan Palestina langsung drop akibat konflik yang disebut Israel
sebagai operasi militer 'Pillar of Defense' untuk menghantam kelompok
Hamas di Gaza yang bersenjatakan roket itu.
Saat ini, banyak turis yang berpikir dua kali untuk mengunjungi
kota-kota wisata di dekat zona perang, seperti Yerusalem di Israel dan
Betlehem di Tepi Barat, Palestina. "Konflik di kawasan selatan bakal
memukul industri pariwisata, yang merupakan salah satu andalan
pendapatan di wilayah itu," kata Menteri Pariwisata Israel, Stas
Misezhnikov. Pemerintah negara zionis itu mengaku bahwa sektor wisata
hanya menyumbang 2-3 persen dari pertumbuhan ekonomi mereka.
Menurut kantor berita Reuters, sejumlah hotel di Israel dan maskapai
penerbangan El Al dalam beberapa hari terakhir mengalami pembatalan
pesanan kamar maupun jadwal penerbangan dari para turis. Jumlah
pembatalan kunjungan ini diprediksi bakal terus bertambah bila konflik
berlanjut.
Seorang juru bicara Fattal, jaringan hotel terbesar di Israel,
mengaku telah menerima beberapa pembatalan pesanan kamar. "Kami melihat
awal dari tren, namun perlu beberapa hari berikut untuk bisa
memperkirakan arah tren keseluruhan," kata juru bicara itu.
Hotel American Colony di Yerusalem juga mengungkapkan pembatalan
pesanan kamar di menit-menit akhir. Pembatalan ini juga muncul dari para
turis lokal di Israel. Mereka memilih tinggal di rumah ketimbang
jalan-jalan.
Kapal pesiar yang biasa berlabuh di Pelabuhan Ashdod pun tidak berani
boleh mendekat. Selain itu rute penerbangan ke dan dari Bandara Ben
Gurion di Tel Aviv dialihkan ke kawasan utara untuk memberi ruang lebih
luas bagi jet-jet tempur Israel dalam menggempur Gaza.
Sebelum munculnya kembali konflik di Gaza, Israel telah menikmati
tingginya kunjungan turis. Selama Januari-September 2012, sebanyak 2,6
juta turis mengunjungi negara itu. Ini rekor baru dan 7 persen lebih
tinggi dari periode yang sama tahun lalu.
Tidak saja Israel yang mengalami kerugian di sektor wisata akibat
konflik. Turisme menyumbang 12 persen dari produk domestik bruto
Palestina. Kota Betlehem, yang berada di wilayah Palestina, memiliki
situs-situs suci bagi umat Kristen. Gereja Kelahiran Yesus Kristus,
misalnya, selama ini menarik minat banyak umat Kristen di penjuru dunia
untuk ziarah ke sana.
Sejak konflik berlangsung, Betlehem kehilangan hampir setengah dari
total turisnya. "Menurut saya persentase pembatalan kunjungan sekitar
40-50 persen hingga akhir November dan bulan depan," kata Elias al Arja,
ketua Asosiasi Arab untuk jaringan hotel di Betlehem.
Kerugian juga melanda para pebisnis di Jalur Gaza. Tidak sedikit
tempat usaha maupun rumah mereka dan pegawai mereka hancur karena
serangan udara militer Israel. Target mereka adalah para militan Hamas,
namun rudal-rudal mereka juga menembaki bangunan-bangunan warga sipil.
Kerugian total di segi ekonomi akan tergantung pada seberapa lama
konflik ini berlangsung. Perusahaan informasi bisnis, BDI, kepada harian
Haaretz mengungkapkan bahwa operasi militer Pillar of Defense ini
diperkirakan menyebabkan kerugian ekonomi di Israel sebesar NIS 1,1
miliar atau sekitar Rp2,6 triliun per minggu.
Perhitungan itu berdasarkan angka kerugian aktual yang ditanggung
Israel saat menggelar operasi militer Cast Lead beberapa tahun lalu.
Targetnya juga sama, kelompok Hamas di Jalur Gaza. Operasi Cast Lead
berlangsung sekitar tiga pekan, dari 27 Desember 2008 hingga 18 Januari
2009.
Menurut BDI, sebagian besar biaya yang harus dikeluarkan Israel
pada serangan militer kali ini untuk membiayai amunisi dan bahan bakar.
Untuk kerusakan properti, seperti rumah dan dan tempat bisnis milik
warga Israel, BDI memperkirakan kerugiannya sekitar NIS 25 juta (sekitar
Rp60,9 miliar).
Menurut survei BDI, banyak konsumen di Israel yang belakangan ini
mengurangi belanja untuk kegiatan bersantai maupun hiburan. Banyak pula
dari mereka yang saat ini dipanggil berdinas militer karena berstatus
tentara cadangan. Maka, bila pemerintah tetap pada rencana mengerahkan
30.000 tentara cadangan, ongkos perang yang ditanggung Israel bertambah
NIS 70 juta per minggu.
Free Template Blogger
collection template
Hot Deals
BERITA_wongANteng
SEO
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar